Text
Policy paper: literasi digital penyuluh agama di wilayah Indonesia bagian barat
Perkembangan teknologi internet dan media sosial sangat berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia. Bimbingan atau penyuluhan agama termasuk salah satu bidang yang terdampak oleh perkembangan tersebut. Internet dan media sosial telah menjadi wahana baru komunikasi dan transmisi pesan-pesan keagamaan. Di sisi lain, kemajuan digital juga menimbulkan berbagai tantangan, antara lain, penyebaran berita bohong (hoaks), misinformasi, dan disinformasi keagamaan. Kemajuan digital juga telah dimanfaatkan sebagian pihak untuk penyebaran ujaran kebencian dan narasi ekstremisme keagamaan.
Berbagai penggunaan negatif ruang digital itu menuntut adanya respons yang efektif dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Agama. Di antara usaha yang diperlukan untuk memberi respons efektif adalah peningkatan kompetensi digital aparatur Kementerian Agama, khususnya penyuluh agama. Peningkatan kompetensi digital itu diperlukan agar penyuluh agama dapat memberikan bimbingan dan penyuluhan agama secara efektif di ruang digital.
Paper kebijakan ini menyajikan hasil evaluasi yang dilakukan tim Balai Litbang Agama Jakarta berkaitan dengan kondisi tingkat kompetensi atau literasi digital penyuluh agama. Evaluasi ini difokuskan untuk menjawab pertanyaan berikut: (1) Seberapa tinggi tingkat literasi digital penyuluh agama? (2) Faktor apa yang memengaruhi variasi tingkat literasi digital penyuluh agama? Evaluasi dilakukan di 6 provinsi wilayah kerja Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, meliputi Sumatera Utara, Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Evaluasi dilakukan selama Maret-April 2023, dengan mengombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui penyebaran angkat dalam bentuk Google Form kepada penyuluh agama, baik PNS maupun non-PNS, di masing-masing provinsi lokasi evaluasi. Dari 7.843 data yang masuk, sebanyak 7.547 layak dianalisis. Evaluasi mengacu kepada kerangka kompetensi digital yang dikembangkan Komisi Eropa, yaitu The Digital Competence Framework for Citizens 2.1.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa tingkat literasi digital penyuluh agama termasuk dalam kategori “menengah”, dengan tingkat literasi digital tertinggi ditemukan di Provinsi Jawa Barat dan terendah di Provinsi Bangka Belitung. Tingkat literasi digital ditemukan dalam dimensi pengetahuan, disusul sikap, dan keterampilan. Tingkat literasi digital lebih tinggi ditemukan di kalangan penyuluh agama non-PNS, serta pada kelompok usia lebih muda. Beberapa rekomendasi kebijakan yang diusulkan terkait temuan evaluasi tersebut adalah pemetaan literasi digital penyuluh agama dalam lingkup lebih luas, tidak terbatas pada 6 provinsi; pembentukan tim pengembangan talenta digital ASN Kementerian Agama; perumusan kebijakan, strategi, dan program yang komprehensif untuk peningkatan literasi digital penyuluh agama; serta penyelenggaraan pelatihan secara luring maupun daring, disertai dengan asistensi berkelanjutan, dalam rangka peningkatan kompetensi digital.
No copy data
No other version available